Senin, 24 November 2008

Misi Pencarian Segitiga Bermuda=->Lenyapnya Flight 19!!!

Satu kisah yang mengubah mitos Segitiga Bermuda adalah misteri hilangnya Flight 19. Skuadron 5 pesawat pembom AL AS itu hilang tanpa jejak di kawasan Segitiga Bermuda saat melakukan latihan rutin. Bahkan satu pesawat amfibi tim penyelamat pertama yang mencoba mencarinya juga dilaporkan hilang beserta seluruh kru dan tim SAR.

Hari itu 5 Desember 1945. Di Naval Air Station Fort Lauderdale (pangkalan udara AL AS), Florida, lima pesawat pembom TBM Avenger dipersenjatai dan bahan bakar diisi penuh untuk penerbangan lima jam. Kru darat melaporkan kelima pesawat pembom itu laik terbang dan kondisi mesinnya prima. Kelimanya dipersiapkan untuk latihan terbang tempur rutin.

Pukul 14.10, kelima pesawat itu dengan kode penerbangan Flight 19 lepas landas dari pangkalan dengan pilot pelatih Letnan Charles Taylor yang juga menjadi komandan penerbangan. Taylor dikenal sebagai pilot tempur yang cakap dan berpengalaman pada perang Pasifik melawan Jepang di masa Perang Dunia II. Ia akan melatih 14 pilot, navigator dan juru tembak pesawat melakukan manuver tempur dan pemboman di sekitar Samudera Atlantik.

Misi latihan ini melewati rute penerbangan ke timur sejauh 56 mil menuju Beting Hens and Chickens, di selatan Grand Bahama untuk melakukan latihan pemboman rendah sebelum manuver ke 67 mil ke timur, 73 mil ke utara dan lantas 120 mil kembali ke pangkalan di Lauderdale.

Hari itu cukup cerah. Bagian pertama misi berlangsung lancar sampai sesi pengeboman di Beting Hens and Chickens sekitar pukul 14.30. Pada pukul 14.40 seluruh formasi pesawat bergabung kembali dan mengarah ke timur menuju Great Stirrup Cay yang terletak 67 mil mengarah ke timur dan 113 mil ke timur Florida.

Awal Tragedi
Sekitar pukul 15.10 mereka menuju ke arah baratdaya. Dari sini komunikasi sesama pesawat latih terdengar membingungkan. Kru darat yang memantau latihan menafsir bahwa telah terjadi sesuatu di atas sana, namun ia belum mendapat konfirmasi dari komandan latih yakni Lt Taylor.

Pukul 15.45, Letnan Robert Cox, instruktur penerbangan senior yang sering terbang mengitari Fort Lauderdale dan bergabung dengan skuadron latih, memantau Flight 19. Ia mendengarkan prosesi latihan melalui radio komunikasi yang mulai kacau.

Pukul 16.00, Letnan Taylor mengontak Letnan Cox bahwa kedua kompas miliknya rusak dan ia kehilangan arah penerbangan. Lewat radio ia memberitahu bahwa pesawatnya berusaha untuk kembali ke Fort Lauderdale dan kemungkinan sedang melintas di Florida Keys. Namun, ia tak bisa memastikan arah penerbangan untuk kembali ke pangkalan.

“Saya berada di ketinggian 2.300 kaki. Jangan datang kemari.” Letnan Taylor merasa yakin bahwa dia sudah berada di kawasan Florida Keys yang mengarah menuju utara ke Teluk Meksiko.
Dipantau ketat melalui radio, setelah terbang ke utara selama sejam, Taylor kembali ke arah timur yang diyakininya akan membawa seluruh skuadron kembali ke arah Florida menuju pangkalan. Waktu berlalu dan senja mulai menyarungi angkasa, namun kelima pesawat belum juga mendarat di pangkalan.

Saat malam menjelang, pada pukul 18.04 transmisi radio terakhir terdengar dari Flight 19 yang mengindikasikan mereka berada di utara Bahama dan jauh di timur Florida. Letnan Taylor menyatakan bahwa bahan bakar pesawat pembom yang mereka terbangkan semakin menipis.

Pada 18.20, Taylor berinisiatif untuk meneruskan perjalanan ke arah timur. Ia memberi perintah darurat kepada seluruh pilot untuk merapatkan formasi agar bisa saling memantau. Lalu terdengar transimisi terakhir yang terpotong-potong: “Kita akan mendarat begitu melihat daratan… jika bahan bakar tinggal 10 galon, maka kita melakukan pendaratan di laut…”. Pada masa genting ini komunikasi radio dengan Flight 19 mengalami gangguan. Suaranya tak jelas kabur dan akhirnya menghilang. Suara terakhir yang terpantau adalah: “We are entering white water…, nothing seems right. We don’t know where we are, the water is green, no white….”

Misi Pencarian
Sampai pukul 19.00 ternyata tidak ada kabar lagi dari Flight 19. Kru darat di Fort Lauderdale kemudian meminta bantuan seluruh penerbangan AL AS untuk melakukan pencarian. Panggilan darurat itu dijawab dengan mempersiapkan sebuah pesawat amfibi Martin PBM Mariner dengan tim SAR laut militer. Semua kru dan tim berjumlah 13 orang.

Pukul 19.47, pesawat itu mengudara dan menjalankan misi pencarian. Namun naas, 23 menit setelah mengudara transmisi radio dari pesawat pencari ke darat tiba-tiba terputus. Dan tidak ada kabar mengenai pesawat tersebut. Belakangan ada laporan dari dua tanker yang berlayar di sekitar perairan tersebut bahwa mereka melihat bola api menghujam ke laut. Namun setelah mendekat ke arah jatuhnya bola api, mereka hanya menemukan sejumput genangan minyak tanpa ada bekas lain.

Pencarian berskala besar pun dilakukan yang berlangsung hingga 10 Desember 1945. Dilakukan penyisiran di seluruh kawasan yang mungkin bisa dilalui Flight 19, namun hasilnya tetap nihil.
Misi pencarian ini adalah yang terbesar dalam sejarah yang melibatkan ratusan kapal laut dan pesawat udara. Namun, kelima pesawat dalam Flight 19 tidak ditemukan jejaknya sama sekali begitu juga pesawat penyelamat PBM Mariner. Belakangan disimpulkan, pesawat penyelamat yang hilang itu diduga meledak karena kebocoran bahan bakar. Tetapi lima pesawat lain sama sekali tidak diketahui bagaimana persisnya mereka bisa menghilang.

Berbagai penjelasan dibuat untuk mengungkap misteri ini, namun hasilnya tetap saja tidak memberikan solusi pasti. Inilah bencana terbesar dalam sejarah penerbangan yang menambah seram misteri Segitiga Bermuda. (Berbagai Sumber)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda